- Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan
kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong,
menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya
tanpa pamrih.
- Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka
mementingkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang
yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman
persamaan.
- Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan
keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif,
perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu
saja.
- Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh
berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan
yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.
- Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara
pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan
bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat
Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya
tanpa pengaruh dari luar.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat pedesaan yaitu :
- Kehidupan didesa masyarakatnya masih memegang teguh keagamaan atau adat
dari leluhur mereka.
- Warga pedesaan lebih condong saling tolong-menolong tidak hidup
individualisme.
- Warga pedesaan mayoritas memiliki pekerjaan sebagai petani.
- Fasilitas-fasilitas masih sulit ditemukan dipedesaan.
- Warganya masih sulit untuk menerima hal baru atau mereka tertutup dengan hal-hal yang baru.
III. Tipe Masyarakat Desa
Gemeinscaft
Gemeinschaft adalah ciri kelompok sosial yang anggotanya memiliki ikatan
yang erat, murni, kuat, alami. Biasanya dasar hubungan yang dimiliki kelompok ini
adalah rasa persatuan, rasa cinta, rasa solidaritas yang diperkuat dengan hubungan
emosional dan interaksi antar anggotanya.
Kelompok Gemeinschaft bisa disebut juga dengan paguyuban dan dapat dibedakan
menjadi 3 kategori yakni ;
a. Ikatan darah (Gemeinschaft of blood).
b. Kedekatan tempat (Gemeinschaft by place).
c. Kesamaan keahlian, cara berpikir, dan sejenisnya (Gemeinschaft of mind).
IV. Hakikat dan Sifat Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas
dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai, harmonis yaitu
masyarakat yang adem ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk
melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan
pikir. Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir
tersebut pergilah mereka ke luar kota, karena merupakan tempat yang adem ayem,
penuh ketenangan. Tetapi sebetulnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah
terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies diistilahkan dengan
masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang
menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis,
rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem. Tetapi sebenarnya di
dalam masyarakat pedesaan kita ini mengenal bermacam-macam gejala, khususnya
hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan
ketegangan-ketegangan sosial.
V. Interaksi Sosial Masyarakat Pedesaan
Interaksi sosial di daerah pedesaan masih jauh lebih baik dari pada yang tinggal
di kota, hal ini disebabkan oleh perbedaan gaya hidup. Interaksi sosial yang baik ini
membuat masyaraat pedesaan memiliki kultur budaya kehidupan yang lebih rukun dan
ramah.
Umumnya masyarakat pedesaan masih kuat dalam memegang kebudayaan dan
adat kebiasaan mereka. Mereka lebih preventif terhadap kebudayaan asing yang
masuk. Hal ini membuat kultur adat kebiasaan mereka sangat kental dalam
berinteraksi, mungkin hal ini pula yang dulunya membuat bangsa Indonesia menjadi
salah satu negara yang paling ramah tamah di dunia. Pola interaksi terjalin sangat kuat
dalam hubungan kekeluargaannya. Contohnya apabila ada yang terkena musibah pada
suatu individu pada pedesaan, tetangga umumnya akan datang dan menanyakan apa
yang sedang terjadi dan ikut membantu. Masyarakan pedesaan memiliki tingkat
interaksi sosial yang cenderung sosialis. Mereka memiliki kultur, kekeluargaan yang
erat, dan tidak mudah menerima kebudayaan yang baru.
VI. Gejala yang Terjadi Pada Masyarakat Pedesaan
a. Konflik ( Pertengkaran)
Setiap hari anggota masyarakat desa selalu berdekatan dengan orang-orang
atau tetangganya secara terus-menerus, dan hal ini dapat menyebabkan kesempatan
untuk bertengkar sehingga kemungkinan terjadi peristiwa-peristiwa peledakan dari
ketegangan amat banyak dan sering terjadi.
Pertengkaran-pertengkaran yang biasa terjadi berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang sumber banyak
pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi,
perkawinan, dan sebagainya.
b. Kontraversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan
(adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic).
Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari
sudut kebiasaan masyarakat.
c. Kompetisi (Persiapan)
Sesuai dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusia-manusia yang
mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan
dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa
positif dan bisa negatif. Positif bila persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha
untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif
bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha sehingga
kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada
manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.
B. Masyarakat Perkotaan
Pengertian kota menurut seorang ahli yang bernama Northam yaitu, “kota
adalah lokasi yang kepadatan penduduknya lebih tinggi dibandingkan dengan populasi
(kepadatan umum). Penduduk pada lokasi atau tempat tersebut Sebagian besar tidak
bergantung pada sector pertanian dan tidak juga pada aktifitas ekonomi primer. Lokasi
tersebut menjadi pusat kebudayaan, administrasi, dan ekonomi bagi wilayah sekitar.”
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 2 Tahun 1987 Pasal 1 :
Kota adalah pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan
administrasi yang diatur di dalam perundang-undangan, serta pemukiman yang telah
memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, masyarakat perkotaan adalah sekelompok
manusia yang hidup di suatu wilayah tertentu dengan tingkat kepadatan penduduk
yang lebih tinggi dari populasi (kepadatan umum) serta kehidupannya tidak
bergantung pada sektor pertanian.
I. Klasifikasi Penduduk Kota
Klasifikasi kota dapat dilihat dari jumlah penududuknya yaitu, kota memiliki lima
klasifikasi yang terbagi dalam:
a. Kota kecil, memiliki jumlah penduduk 20.000 hingga 50.000 jiwa.
b. Kota sedang, memiliki jumlah penduduk 50.000 sampai 100.000 jiwa.
c. Kota besar, memiliki jumlah penduduk 100.000 sampai 1 juta jiwa.
d. Kota metropolitan, memiliki jumlah penduduk 1-5 juta jiwa.
e. Kota megapolitan, memiliki jumlah penduduk lebih dari 5 juta jiwa.
II. Ciri-Ciri Kota
Secara umum ciri fisik kota antara lain sebagai berikut:
- Tersedianya gedung-gedung pemerintahan dan perkantoran.
- Tersedianya tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan.
- Tersedianya tempat-tempat untuk parkir.
- Terdapatnya sarana rekreasi dan sarana olahraga.
- Terdapatnya kompleks pemukiman masyarakat yang terbagi berdasarkan tingkatan
perekonomian masyarakat.
- Terdapatnya tempat khusus sebagai daerah terbuka untuk paru-paru kota.
III. Ciri-Ciri dan Tipe Kehidupan Masyarakat Perkotaan
Secara umum ciri-ciri kehidupan masyarakat kota antara lain sebagai berikut:
- Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial, karena
adanya keterbukaan terhadap pengaruh dari luar.
- Masyarakat kota bersifat gesellschaft (patembayan), di mana kepentingan individu
lebih menonjol, sedangkan solidaritas dan kegotongroyongan semakin lemah.
- Adanya pelapisan sosial ekonomi, seperti perbedaan tingkat penghasilan, tingkat
pendidikan, dan jenis pekerjaan.
- Adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial antarwarganya.
- Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan
pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi, dan kondisi kehidupan. Sistem
pembagian kerja di kota sangat jelas menurut keterampilan dan keahlian masing-masing.
- Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
- Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip
ekonomis.
- Terdapat keteraturan kehidupan sosial sebagai pendukung kehidupan hukum.
- Masyarakat kota lebih mengenal hukum negara dibanding hukum adat.
Untuk memahami secara rinci mengenai kehidupan masyarakat"perkotaan" adalah
sebagai berikut:
a. Lingkungan umum dan orientasi terhadap alam
Bagi masyarakat "kota" cenderung mengabaikan kepercayaan yangberkaitan
dengan kekuatan alam serta pola hidupnya lebih mendasarkan pada rasionalnya. Dan
bila dilihat dari mata pencahariannya masyarakat "kota" tidak bergantung pada
kekuatan alam, melainkan bergantung pada tingkat kemampuannya (capablelitas)
untuk bersaing dalam dunia usaha. Gejala alam itu bisa dipahami secara ilmiah dan
secara rasional dapat dikendalikan.
b. Pekerjaan atau mata pencaharian
Kebanyakan masyarakat "perkotaan" bergantung pada pola industry (kapitalis).
Bentuk mata pencaharian yang primer seperti sebagai pengusaha, pedagang, dan buruh
industri. Namun ada sekelompok masyarakat yang bekerja pada sektor informal
misalnya pemulung, pengemis dan pengamen. Selain yang disebutkan di atas termasuk
bentuk mata pencaharian sekunder.
c. Ukuran komunitas
Umumnya masyarakat "perkotaan" lebih heterogen dibandingkan masyarakat
pedesaan. Karena mayoritas masyarakatnya berasal dari sosiokultural yang berbeda-beda, dan masing-masing dari mereka mempunyai tujuan yang bermacam-macam
pula. Diantaranya ada yang mencari pekerjaan atau ada yang menempuh pendidikan.
Jumlah penduduknya pun masih relatif besar.
d. Kepadatan penduduk
Tingkat kepadatan di "kota" lebih tinggi bila dibandingkan di desa, hal ini
disebabkan oleh kebanyakan penduduk di daerah "perkotaan" awalnya dari berbagai
daerah.
e. Homogenitas dan heterogenitas
Dalam struktur masyarakat "perkotaan" yang sering sekali Nampak adalah
heterogenitas dalam ciri-ciri sosial, psikologis, agama, dan kepercayaan, adat istiadat
dan perilakunya. Dengan demikian struktur masyarakat "perkotaan"sering mengalami
interseksi sosial, mobilitas sosial, dan dinamika sosial.
f. Diferensiasi sosial
Di daerah "perkotaan"
Diferensiasi sosial relatif tinggi, sebab tingkat
perbedaan agama, adat istiadat, bahasa, dan sosiokultural yang dibawa oleh para
pendatang dari berbagai daerah, cukup tinggi.
g. Pelapisan sosial
Lapisan sosialnya lebih didominasi oleh perbedaan status dan peranan di dalam
struktur masyarakatnya. Di dalam struktur masyarakat modern lebih menghargai
prestasi daripada keturunan.
h. Mobilitas sosial
Mobilitas pada masyarakat "perkotaan" lebih dinamis daripada masyarakat
pedesaan. Kenyataan itu adalah sebuah kewajaran sebab perputaran uang lebih banyak
terjadi di daerah "perkotaan" daripada di pedesaan.
i. Interaksi sosial
Dalam interaksi pada masyarakat "perkotaan" lebih kita kenal dengan yang
namanya gesseslchaft yaitu kelompok patembayan. Yang mana ada hubungan timbal
balik dalam bentuk perjanjian-perjanjian tertentu yang orientasinya adalah keuntungan
atau pamrih. Sehingga hubungan yang terjadi hanya seperlunya saja.
j. Pengawasan sosial
Dikarenakan masyarakatnya yang kurang saling mengenal satu sama lain dan
juga luasnya wilayah kultural "perkotaan" ditambah lagi keheterogenitasan
masyarakatnya yang membuat sistem pengawasan sosial perilaku antar anggota
masyarakatnya makin sulit terkontrol.
k. Pola kepemimpinan
Kepemimpinanya didasarkan pada pertanggung jawaban secara rasional atas
dasar moral dan hukum. Dengan demikian hubungan antar pemimpin dan warga
masyarakatnya berorientasi pada hubungan formalitas.
l. Standar kehidupan
Standar kehidupannya di ukur dari barang-barang yang dianggap punya nilai
(harta benda). Mereka lebih mengenal deposito atau tabungan. Karena menurut mereka
menyimpan uang dalam bentuk deposito dianggap lebih praktis dan mudah. Ditambah
lagi kepemilikan barang-barang mewah lainnya.
m. Kesetiakawanan sosial
Ikatan solidaritas sosial dan kesetiakawanan lebih renggang. Artinya, pola
hubungan untung rugi lebih dominan daripada kepentingan solidaritas dan
kesetiakawanan.
n. Nilai dan sistem nilai
Nilai dan sistem nilai di dalam struktur masyarakat "perkotaan" lebih bersifat formal,
didasarkan pada aturan-aturan yang resmi seperti hukum dan perundang-undangan.
Sedangkan tipe masyarakat perkotaan yaitu Gesellschaft.
Gesellschaft
Gesellschaft bisa dikatakan lawan dari Gemeinschaft, dimana anggotanya
memiliki ikatan yang didasarkan atas adanya kerjasama dalam hal tertentu. Kerja sama
tersebut biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing individu.
Ikatan yang tergolong sebagai miliki gesellschaft cenderung bersifat lemah,
tidak berlangsung lama, terdapat pembagian kerja, dan memiliki solidaritas yang
rendah.
IV. Fungsi Kota
Sesuai Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, kota memiliki tiga fungsi, yaitu:
a. Kota sebagai pusat pemerintahan
Perkembangan kota membutuhkan aparat dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Pelayanan tersebut baik bersifat pemenuhan kebutuhan hidup,
administratif, maupun kebutuhan sosial budaya. Hal ini berarti kota memiliki berbagai
peraturan dan pengendalian pemerintahan di tingkat pusat, provinsi, maupun
kabupaten dan kota. Kota digunakan sebagai pusat pemerintahan dikenal sebagai ibu
kota neara, ibu kota provinsi dan kabupaten atau kota.
b. Kota sebagai pusat pendidikan
Melihat dari sejarah
Perkembangan sekolah-sekolah justru berada di wilayah
perkotaan, terutama kota-kota besar. Perkembangan sekolah di kota besar ini karena
terbatasnya kalangan yang bisa mengenyam pendidikan. Pada zaman penjajahan
Belanda dan Jepang hanya keturunan bangsawan yang bisa sekolah. Namun, sekarang
pendidikan sudah berkembang hingga ke pelosok negeri. Semua kalangan bisa belajar
dan menempuh pendidikan. Ini yang membuat pendidikan terus brkembang dan
menyebar di berbagai wilayah Indonesia dan beragam jenjang.
c. Kota sebagai pusat informasi
Untuk bisa mwujudkan pembangunan baik di kota maupun daerah, dibutuhkan
informasi yang cepat dan akurat. Keberadaan masyarakat yang kebanyakan tinggal di
pedesaan mengharuskan pemerintah untuk membangun pedesaan. Dengan infomasi
yang cepat dan akurat maka pembangunan pedesaan bisa terlaksana. Informasi yang
masuk ke wilayah pedesaan beragam dan kebanyakan berasal dari kota. Sehingga
masyarakat desa bisa mendapatkan pengaruh dari kemajuan yang sudah berkembang
di kota. Berbagai informasi yang berasal dari kota ke desa bisa dilakukan dengan
berbagai media, di antaranya majalah, koran, radio, televisi, dan internet.
V. Masalah yang Timbul Dalam Masyarakat Perkotaan
Permasalahan yang timbul diperkotaan umumnya berakar pada
ketidakmampuan masyarakat untuk mengimbangi kemajuan perkembangan zaman.
Ketidakmampuan ini mengakibatkan kurangnya daya saing masyarakat sehingga
pendapatan masyarakat menjadi rendah. Kemiskinan masyarakat di perkotaan
merupakan realitas sosial yang tidak bias dipandang remeh. Hal ini memerlukan
perhatian serius dari berbagai pihak terkait. Akar permasalahan di perkotaan adalah
kemiskinan. Kemiskinan akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru yang
lambat laun seperti jaring laba-laba yang sulit diputuskan. Namun bukan berarti tidak
ada jalan untuk meretas jalan ke arah kehidupan yang lebih baik. Peningkatan faktor-faktor non ekonomi, seperti kesehatan dan sanitasi, pendidikan dasar dan ketrampilan
dasar untuk dapat survive serta kebutuhan fisik minimum sangat perlu untuk
diperhatikan
C. Masyarakat Pedesaan dengan Masyarakat Perkotaan
I. Hubungan Masyarakat Pedesaan dengan Masyarakat Perkotaan
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah
sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya
terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling
membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan
bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-mayur, daging dan ikan. Desa juga
merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya
saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau
perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Bila pekerjaan di bidang
pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota
terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia, sebaliknya kota
menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa seperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah, obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan alat transportasi.
Oleh karena itu, baik keduanya tidak dapat dipisahkan, masyarakat perkotaan
membutuhkan masyarakat pedesaaan, begitupun sebaliknya keduanya mempunyai
keterkaiatan yang erat dalam membangun kelangsungan hidup bersama untuk
menciptakan keselarasan yang seimbang. Adapun aspek-aspek interaksi yang
menunjukan hubungan antara pedesaan dengan perkotaan, selain aspek positif, aspek
negatif juga mempengaruhi hubungan tersebut.
Aspek Positif Interaksi desa-kota
- Pengetahuan Penduduk desa meningkat.
- Pengetahuan penduduk desa tentang pertanian meningkat, karena adanya sistem
teknologi.
- Meningkatkan hubungan sosial ekonomi desa dan kota karena kemudahan sarana
transportasi.
- Adanya guru dari kota yang menjadi pengerak pembangunan desa.
Aspek Negatif Interaksi desa-kota
- Penetrasi kebudayaan kota ke desa yang kurang sesuai dengan tradisi budaya desa.
- Perluasan kota dan masuknya orang berharta ke desa sehingga mengubah tata guna
lahan desa.
- Daya tarik kota dalam berbagai bidang menyebabkan tenaga potensial di desa
kurang.
- Munculnya masalah baru (pengangguran, tuna wisma, kejahatan, masalah pangan
maupun lingkungan).
II. Perbedaan antara Masyarakat Perkotaan dengan Masyarakat Pedesaan
Masyarakat Perkotaan dan pedesaan dapat dibedakan dalam beberapa aspek
yang dikelompokkan dalam masing-masing ruang, secara singkat perbedaan dapat
diklasifikasikan kedalam beberapa segi, Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan
sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Ciri-ciri tersebut antara
lain:
- Jumlah dan kepadatan penduduk
- Lingkungan hidup
- Mata pencaharian
- Corak kehidupan sosial
- Statifikasi sosial
- Mobilitas sosial
- Pola interaksi sosial
- Solidaritas sosial
- Dan kedudukan dalam hirarki sistem administrasi nasional
Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang
masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang
mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat
berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula.
Selain itu tipe dari karakter masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan juga
dapat terlihat jelas, dengan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :
Perbedaan Gemeinschaft dan Gesellschaft
Pada umumnya masyarakat pedesaan memiliki tipe sosial gemeinschaft sedangkan
masyarakat perkotaan memiliki tipe sosial gesellschaft.
III. Bentuk Hubungan Desa dan Kota
Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui
beberapa cara, seperti:
- Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan
dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua
kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam;
- Invasi kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota
baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan
lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan;
- Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa.
Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi;
- Ko-operasi antar kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang
bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut
kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak
pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang
dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang
akan mengkota.
Salah satu bentuk hubungan antara kota dan desa adalah :
Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota yang saling
ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni,
Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula
dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.
(soekanto,1969:123 ).
Sebab-sebab Urbanisasi
- Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah
kediamannya (Push factors).
- Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan
menetap dikota (pull factors).
Hal – hal yang termasuk Push factors antara lain :
- Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan
pertanian.
- Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
- Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang
ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
- Di desa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
- Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan
hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari
penghidupan lain dikota.
Hal – hal yang termasuk pull factors antara lain :
- Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan dan lebih
mudah untuk mendapatkan penghasilan
- Di kota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah
menjadi industri kerajinan.
- Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah
didapat.
- Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan
tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
- Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat
atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-
125 ).
Kesimpulan
Masyarakat desa merupakan bentuk persekutuan abadi antara manusia dan
institusinya dalam wilayah setempat, yaitu tempat tinggal mereka di rumah-rumah
pertanian yang tersebar dan dikampung yang biasanya menjadi pusat kegiatan
bersama, dan sering disebut masyarakat pertanian. Sedangkan masyarakat perkotaan
adalah sekelompok manusia yang hidup di suatu wilayah tertentu dengan tingkat
kepadatan penduduk yang lebih tinggi dari populasi (kepadatan umum) serta
kehidupannya tidak bergantung pada sektor pertanian. Namun, hubungan keduanya
sangat erat dan tidak dapat dipisahkan karena saling bergantung satu sama lain
Daftar Pustaka
Agustina Tri Wijayanti, S. (2015). BUKU AJAR MASYARAKAT DESA DAN KOTA
(TINJAUAN GEOGRAFIS, SOSIOLOGIS DAN HISTORIS).
YOGYAKARTA: UNY.